Tampilkan postingan dengan label jurnalistik. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label jurnalistik. Tampilkan semua postingan

Kamis, 21 Oktober 2010

Dasar-dasar Jurnalistik

Pengertian Jurnalistik

Pengertian istilah jurnalistik dapat ditinjau dari tiga sudut pandang: harfiyah, konseptual, dan praktis.

1. Secara harfiyah, jurnalistik (journalistic) artinya kewartawanan atau kepenulisan. Kata dasarnya “jurnal” (journal), artinya laporan atau catatan, atau “jour” dalam bahasa Prancis yang berarti “hari” (day). Asal-muasalnya dari bahasa Yunani kuno, “du jour” yang berarti hari, yakni kejadian hari ini yang diberitakan dalam lembaran tercetak.

2. Secara konseptual, jurnalistik dapat dipahami dari tiga sudut pandang: sebagai proses, teknik, dan ilmu.

a) Sebagai proses, jurnalistik adalah “aktivitas” mencari, mengolah, menulis, dan menyebarluaskan informasi kepada publik melalui media massa. Aktivitas ini dilakukan oleh wartawan (jurnalis).

b) Sebagai teknik, jurnalistik adalah “keahlian” (expertise) atau “keterampilan” (skill) menulis karya jurnalistik (berita, artikel, feature) termasuk keahlian dalam pengumpulan bahan penulisan seperti peliputan peristiwa (reportase) dan wawancara.

c) Sebagai ilmu, jurnalistik adalah “bidang kajian” mengenai pembuatan dan penyebarluasan informasi (peristiwa, opini, pemikiran, ide) melalui media massa.

Jurnalistik termasuk ilmu terapan (applied science) yang dinamis dan terus berkembang sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dan dinamika masyarakat itu sendiri. Sebaga ilmu, jurnalistik termasuk dalam bidang kajian ilmu komunikasi, yakni ilmu yang mengkaji proses penyampaian pesan, gagasan, pemikiran, atau informasi kepada orang lain dengan maksud memberitahu, mempengaruhi, atau memberikan kejelasan.

Menurut Kris Budiman, jurnalistik (journalistiek, Belanda) bisa dibatasi secara singkat sebagai kegiatan penyiapan, penulisan, penyuntingan, dan penyampaian berita kepada khalayak melalui saluran media tertentu. Jurnalistik mencakup kegiatan dari peliputan sampai kepada penyebarannya kepada masyarakat. Sebelumnya, jurnalistik dalam pengertian sempit disebut juga dengan publikasi secara cetak. Dewasa ini pengertian tersebut tidak hanya sebatas melalui media cetak seperti surat kabar, majalah, dsb., namun meluas menjadi media elektronik seperti radio atau televisi. Berdasarkan media yang digunakan meliputi jurnalistik cetak (print journalism), elektronik (electronic journalism). Akhir-akhir ini juga telah berkembang jurnalistik secara tersambung (online journalism).

Jurnalistik atau jurnalisme, menurut Luwi Ishwara (2005), mempunyai ciri-ciri yang penting untuk kita perhatikan.

a. Skeptis

Skeptis adalah sikap untuk selalu mempertanyakan segala sesuatu, meragukan apa yang diterima, dan mewaspadai segala kepastian agar tidak mudah tertipu. Inti dari skeptis adalah keraguan. Media janganlah puas dengan permukaan sebuah peristiwa serta enggan untuk mengingatkan kekurangan yang ada di dalam masyarakat. Wartawan haruslah terjun ke lapangan, berjuang, serta menggali hal-hal yang eksklusif

b. Bertindak (action)

Wartawan tidak menunggu sampai peristiwa itu muncul, tetapi ia akan mencari dan mengamati dengan ketajaman naluri seorang wartawan

c. Berubah

Perubahan merupakan hukum utama jurnalisme. Media bukan lagi sebagai penyalur informasi, tapi fasilitator, penyaring dan pemberi makna dari sebuah informasi

d. Seni dan Profesi

Wartawan melihat dengan mata yang segar pada setiap peristiwa untuk menangkap aspek-aspek yang unik.

e. Peran Pers

sebagai pelapor, bertindak sebagai mata dan telinga publik, melaporkan peristiwa-peristiwa di luar pengetahuan masyarakat dengan netral dan tanpa prasangka. Selain itu, pers juga harus berperan sebagai interpreter, wakil publik, peran jaga, dan pembuat kebijaksanaan serta advokasi.

.

Secara praktis, jurnalistik adalah proses pembuatan informasi atau berita (news processing) dan penyebarluasannya melalui media massa. Dari pengertian kedua ini, kita dapat melihat adanya empat komponen dalam dunia jurnalistik: informasi, penyusunan informasi, penyebarluasan informasi, dan media massa.

Berita

Ketika membahas mengenai jurnalistik, pikiran kita tentu akan langsung tertuju pada kata “berita” atau “news”. Lalu apa itu berita? Berita (news) berdasarkan batasan dari Kris Budiman adalah laporan mengenai suatu peristiwa atau kejadian yang terbaru (aktual); laporan mengenai fakta-fakta yang aktual, menarik perhatian, dinilai penting, atau luar biasa. “News” sendiri mengandung pengertian yang penting, yaitu dari kata “new” yang artinya adalah “baru”. Jadi, berita harus mempunyai nilai kebaruan atau selalu mengedepankan aktualitas. Dari kata “news” sendiri, kita bisa menjabarkannya dengan “north”, “east”, “west”, dan “south”. Bahwa si pencari berita dalam mendapatkan informasi harus dari keempat sumber arah mata angin tersebut.

Selanjutnya berdasarkan jenisnya, Kris Budiman membedakannya menjadi “straight news” yang berisi laporan peristiwa politik, ekonomi, masalah sosial, dan kriminalitas, sering disebut sebagai berita keras (hard news). Sementara “straight news” tentang hal-hal semisal olahraga, kesenian, hiburan, hobi, elektronika, dsb., dikategorikan sebagai berita ringan atau lunak (soft news). Di samping itu, dikenal juga jenis berita yang dinamakan “feature” atau berita kisah. Jenis ini lebih bersifat naratif, berkisah mengenai aspek-aspek insani (human interest). Sebuah “feature” tidak terlalu terikat pada nilai-nilai berita dan faktualitas. Ada lagi yang dinamakan berita investigatif (investigative news), berupa hasil penyelidikan seorang atau satu tim wartawan secara lengkap dan mendalam dalam pelaporannya.

Nilai Berita

Sebuah berita jika disajikan haruslah memuat nilai berita di dalamnya. Nilai berita itu mencakup beberapa hal, seperti berikut.

1. Objektif: berdasarkan fakta, tidak memihak.

2. Aktual: terbaru, belum “basi”.

3. Luar biasa: besar, aneh, janggal, tidak umum.

4. Penting: pengaruh atau dampaknya bagi orang banyak; menyangkut orang penting/terkenal.

5. Jarak: familiaritas, kedekatan (geografis, kultural, psikologis).

Lima nilai berita di atas menurut Kris Budiman sudah dianggap cukup dalam menyusun berita. Namun, Masri Sareb Putra dalam bukunya “Teknik Menulis Berita dan Feature”, malah memberikan dua belas nilai berita dalam menulis berita (2006: 33). Dua belas hal tersebut di antaranya adalah:

1. sesuatu yang unik,

2. sesuatu yang luar biasa,

3. sesuatu yang langka,

4. sesuatu yang dialami/dilakukan/menimpa orang (tokoh) penting,

5. menyangkut keinginan publik,

6. yang tersembunyi,

7. sesuatu yang sulit untuk dimasuki,

8. sesuatu yang belum banyak/umum diketahui,

9. pemikiran dari tokoh penting,

10. komentar/ucapan dari tokoh penting,

11. kelakuan/kehidupan tokoh penting, dan

12. hal lain yang luar biasa.

Dalam kenyataannya, tidak semua nilai itu akan kita pakai dalam sebuah penulisan berita. Hal terpenting adalah adanya aktualitas dan pengedepanan objektivitas yang terlihat dalam isi tersebut.

Anatomi Berita dan Unsur-Unsur

Seperti tubuh kita, berita juga mempunyai bagian-bagian, di antaranya adalah sebagai berikut.

1. Judul atau kepala berita (headline).

2. Baris tanggal (dateline).

3. Teras berita (lead atau intro).

4. Tubuh berita (body).

Bagian-bagian di atas tersusun secara terpadu dalam sebuah berita. Susunan yang paling sering didengar ialah susunan piramida terbalik. Metode ini lebih menonjolkan inti berita saja. Atau dengan kata lain, lebih menekankan hal-hal yang umum dahulu baru ke hal yang khusus. Tujuannya adalah untuk memudahkan atau mempercepat pembaca dalam mengetahui apa yang diberitakan; juga untuk memudahkan para redaktur memotong bagian tidak/kurang penting yang terletak di bagian paling bawah dari tubuh berita (Budiman 2005) . Dengan selalu mengedepankan unsur-unsur yang berupa fakta di tiap bagiannya, terutama pada tubuh berita. Dengan senantiasa meminimalkan aspek nonfaktual yang pada kecenderuangan akan menjadi sebuah opini.

Untuk itu, sebuah berita harus memuat “fakta” yang di dalamnya terkandung unsur-unsur 5W + 1H. Hal ini senada dengan apa yang dimaksudkan oleh Lasswell, salah seorang pakar komunikasi (Masri Sareb 2006: 38).

  • Who - siapa yang terlibat di dalamnya?
  • What – apa yang terjadi di dalam suatu peristiwa?
  • Where – di mana terjadinya peristiwa itu?
  • Why – mengapa peristiwa itu terjadi?
  • When – kapan terjadinya?
  • How – bagaimana terjadinya?

Tidak hanya sebatas berita, bentuk jurnalistik lain, khususnya dalam media cetak, adalah berupa opini. Bentuk opini ini dapat berupa tajuk rencana (editorial), artikel opini atau kolom (column), pojok dan surat pembaca.

Sumber Berita

Hal penting lain yang dibutuhkan dalam sebuah proses jurnalistik adalah pada sumber berita. Ada beberapa petunjuk yang dapat membantu pengumpulan informasi, sebagaimana diungkapkan oleh Eugene J. Webb dan Jerry R. Salancik (Luwi Iswara 2005: 67) berikut ini.

  • Observasi langsung dan tidak langsung dari situasi berita.
  • Proses wawancara.
  • Pencarian atau penelitian bahan-bahan melalui dokumen publik.
  • Partisipasi dalam peristiwa.

Kiranya tulisan singkat tentang dasar-dasar jurnalistik di atas akan lebih membantu kita saat mengerjakan proses kreatif kita dalam penulisan jurnalistik.

Selasa, 03 Agustus 2010

Cara Menulis dengan rumus 5W +1H (dua)

Begitu banyak jenis tulisan kalau kita mau menggolong-golongkannya. Ada fiksi dan nonfiksi. Ada berita hardnews dan analisa. Ada pula biografi, esai, artikel, skrip radio dan teve, editorial, weblog, surat cinta dan segudang lainnya. Jangan lupa, ada yang berkaitan dengan bisnis, seperti surat penawaran, minutes meeting, dan ribuan jenis business letter.

Lupakan dulu kategorisasi yang memusingkan kepala. Karena sebagian besar jenis tulisan bisa dikatakan baik dan benar bila memenuhi rumus baku yang sama. Yakni 5W + 1H. Itulah rumus sakti yang menjadi pegangan saya ketika menjadi jurnalis di Bisnis Indonesia, majalah PROSPEK dan terakhir di majalah SWA (ya, profesi awal saya adalah jurnalis, kurang lebih lima tahun saya menjalaninya dengan penuh suka cita).

Menulis Itu Gampang:  Rumus 5W + 1H

Rumus macam apa itu? Sederhana sekali:


W1 = What
W2 = Who
W3 = When
W4 = Where
W5 = Why
H = How

WHAT adalah apa yang akan kita tulis. Tema apa yang ingin kita ungkapkan. Hal apa yang ingin kita tuangkan dalam tulisan. What ini bisa apa saja. Bisa soal “Lumpur Lapindo yang tidak selesai-selesai”, “Situs porno diharamkan dan akan diblokir Pemerintah”, “Bagaimana bisa menjadi kaya, sukses sekaligus mulia?” atau topik yang sedang hot di dunia gosip: “Apakah anak kandung Mayangsari juga anak kandung Bambang Tri?”.

What yang kita tentukan ini akan menjadi dasar untuk 4W lainnya. Mari kita ambil topik mengenai Mayangsari saja. Mumpung masih hangat.

WHO adalah siapa tokoh yang menjadi tokoh utama di WHAT. Dalam studi kasus ini, who-nya minimal bisa tiga tokoh: Mayangsari, Bambang Trihatmodjo, dan sang anak yang baru berusia dua tahun: Khirani Siti Hartina Trihatmodjo. Yang pertama dan kedua sudah amat terkenal. Sosok mereka sudah tertulis di mana-mana.

Meski Who is Mayangsari sudah banyak yang tahu, masih banyak sisi lain yang menarik untuk dieksplorasi. Bahkan kebungkamannya mengenai tes DNA anaknya, menjadikan sosoknya makin layak tulis, sampai-sampai bagaimana ia merayakan ulang tahun anaknya secara diam-diam dan bagaimana ia menjenguk ibunya di rumah sakit dijadikan bahan pemberitaan. Suasananya hati Mayangsari digali dengan baik sehingga makin menegaskan sosoknya dalam menghadapi isu anak kandungnya.

Buat kita, yang tidak perlu jadi wartawan untuk bisa menulis sebaik mereka, Who harus menjadi bagian yang berkaitan dengan What. Kalau kita ketemu Who yang tidak dikenal target pembaca kita, maka kita harus mengupasnya dengan baik sehingga jelas keterkaitannya dengan What.

WHEN adalah waktu kejadian WHAT. Ini yang sering diabaikan oleh banyak penulis pemula. Kapan kejadiannya akan memberi tambahan informasi dan imajinasi pembacanya.

WHERE adalah tempat kejadian WHAT. Meski kelihatannya sepele, tempat kejadian ini punya makna. Ketika Jose Mourinho berkunjung ke Milan tiga hari lalu misalnya, segera merebak isu ia mau pindah ke Inter Milan. Coba kalau ia perginya ke Bali, kemungkinan besar tak akan ada isu itu.

WHY adalah mengapa terjadi WHAT. Ini yang paling menarik karena bisa dikupas dari berbagai sudut. “Permintaan tes DNA keluarga mantan presiden Soeharto terhadap anak Mayangsari” bisa dikupas dari sisi hukum, keluarga maupun pribadi. Bahkan kalau mau diseret jauh hingga ke dunia mistis, misalnya minta diteropong oleh ahli nujum.

HOW adalah bagaimana WHAT terjadi, bagaimana prosesnya, lika-likunya, dan sejenisnya.

Yang jelas, dengan 5W+1H, tulisan kita dari segi kelengkapan informasi – sekali lagi: kelengkapan informasi — tidak akan mengecewakan pembaca kita. Kalau ada yang kecewa itu biasanya karena disebabkan oleh kekurangtepatan kita mengungkap WHY dan HOW-nya di mata pembaca.

Jangan salah faham: rumus ini bukan hanya untuk nulis artikel, esai atau tulisan serius lain. Bahkan surat lamaran kerja, undangan meeting, surat cinta bahkan diskusi pendek-pendek di berbagai milis, rumus ini amat penting untuk menghindari kesalahpahaman dan kekuranglengkapan informasi.

Cukupkah berbekal rumus baku di atas? Tidak. Bagi mereka yang ingin menulis dan mendapat respon pembacanya, ada satu hal lagi yang tidak kalah pentingnya dari rumus 5W+1H. Yakni “Daya Tarik Tulisan”. Nanti akan dibahas dalam tulisan berikutnya.


http://sudutpandang.com/2008/03/menulis-itu-gampang-rumus-5w-1h/

Cara Menulis dengan rumus 5W +1H (satu)

Saat ini dunia blogger semakin rame dan semakin meningkat dari tahun ke tahun. Padahal sebelumnya blogger belum sepopuler sekarang ini. Tapi tahukah apabila anda mengaku seorang blogger telah mengerti cara menulis ? Karena untuk menulis suatu artikel atau tulisan apapun anda harus memilah – milah jenis dan kategori apakah yang sedang anda buat. Mungkin tidak banyak orang yang berprofesi sebagai blogger mampu melakukan hal itu, termasuk saya sendiri sedang belajar mempelajari cara menulis artikel yang baik dan benar.

Karena menulis memerlukan kemampuan khusus, walaupun terbilang gampang tetapi bila anda tidak mengetahui dasarnya akan dibilang susah. Dulu ketika kita sejak SD diajarkan untuk mengarang dan kita tentu saja kadang lupa untuk mengingatnya kembali ( saya saja lupa … hehehe ).Untung saya menemukan artikel ini ketika membaca – baca di suatu blog jurnalis. Mari kita kupas bersama – sama.

Jenis menulis sangat banyak jenis nya, yakni ada fiksi dan nonfiksi seperti berita di surat kabar dan novel. Selain itu seperti esai, skrip pembawa acara radio dan tv, artikel, editorial majalah, surat cinta, surat bisnis seperti surat penawaran, proposal, minutes meeting dan lain – lain.

Tetapi semua itu hanya berpondasi pada satu hal saja yakni 5 W + 1 H. Itu adalah standart baku dari semua tulisan maka bisa dikatakan baik dan benar bila telah memenuhi syarat itu. Jurus Sakti Mandraguna sebagai aji – ajian untuk menulis ini sudah di ketahui banyak orang. Tetapi ada beberapa orang yang menyepelekan hal ini, yang mengakibatkan bingung untuk alur cerita dari penulisan tersebut. Rumus itu antara lain :

W1 = What
W2 = Who
W3 = When
W4 = Where
W5 = Why
H = How

Sangat sederhana bukan ? sungguh ironik sekali, kita sudah capek – capek nulis begitu panjang tetapi kita tidak memenuhi kriteria diatas. Kata ini saya ucapkan Asinan di campur kedondong, selanjutnya gimana donk !. Pasti kata yang anda keluarkan adalah “AARRGGGHH !!!“. HeHehe … saya sering mengalami hal tersebut dan akhirnya mencari standart baku menulis hingga posting artikel ini saya keluarkan.

Oke saya jelaskan satu persatu tentang Rumus diatas :

WHAT dalam bahasa indonesia adalah “Apa“. Bisa diartikan apa yang akan kita tulis atau tema yang akan kita tuangkan dalam bentuk tulisan. What bisa diartikan apa saja. Seperti kita membicarakan “Antara Antasari, Nasrudin dan Rani“, “Apakah Manohara yang di Malaysia akan kembali ke pelukan ibunya yang ada di Indonesia ?”. Dan perlu di ingat, “WHAT” merupakan dasar dari 4 W lainnya.

WHO dalam bahasa indonesia adalah “SIAPA“. Bisa di ibaratkan tokoh cerita dari “WHAT“. Misalkan contoh dalam kasus Antasari, Nasrudin dan Rani. Sebagai penulis kita harus mengerti bagian point ini. Yakni harus berkaitan dengan “WHAT“. Karena akan membuat suatu tulisan itu menjadi hal yang menarik untuk disimak selanjutnya.

WHEN diartikan adalah “Kapan” atau bisa disebut “Waktu Kejadian dari WHat“. Ini adalah hal yang ringan tetapi menjadi bumbu penulisan yang menjadi pertanyaan. “Kapan penembakan Nasrudin itu terjadi ?”. Selain itu bisa menjadikan suatu imajinasi atau bayangan sang pembaca.

WHERE diartikan dengan tempat kejadian WHAT. Ini adalah bumbu lain yang berkaitan dengan “WHAT”. Seperti “Dimana Manohara sekarang ini ? Apakah masih bersama sang Pangeran Malaysia ? ” saling berkaitan bukan ? …

WHY diartikan sebagai “MENGAPA terjadi dalam point WHAT“. Ini adalah penjelasan dari penulisan yang sedang dibuat, semuanya dikupas tuntas di bagian ini. Seperti contoh sebagai berikut “Mengapa terjadi pembunuhan terhadap Ketua KPK indonesia si Antasari, apakah hukum akan bertindak demi sebuah keadilan dan menguak tuntas kebenaran.”

HOW diartikan “Bagaimana dari point What itu terjadi”, seperti jalannya proses, lika – liku dan lain – lain.

Semua rumus tersebut digunakan untuk menghindari kesalahpahaman dan kekuranglengkapan informasi. Semisal pembaca sedang membaca bilamana salah satu point diatas ada yang hilang, maka tak pelak lagi sang pembaca akan melontarkan suatu pertanyaan.Kadang kala akan menerka – nerka saja. Bisa jadi malah tidak akan merespon sama sekali. Semoga artikel ini dapat membantu anda dalam menulis. Apalagi anda seorang Blogger yang membuat unique content akan berhubungan erat dengan “Jurus Sakti SEO“.

Pesan saya :

Sesuatu yang mudah jangan pernah di anggap sepele atau di abaikan, karena semua kembali dari dasar.


http://omdimas.com/cara-menulis-blog-dengan-rumus-5w-1h/

Menggali kreativitas untuk jurnalis

Kreativitas merupakan salah satu elemen penting dalam kerja di bidang jurnalistik. Tidak hanya terkait bagaimana mengembangkan dan melanjutkan agenda pemberitaan tetapi juga untuk memperkaya laporan dari lapangan. Dengan kebiasaan menciptakan sesuatu yang kreatif maka laporan akan menjadi lebih menyeluruh, mendalam dan menarik.

Banyak sekali jalan untuk memupuk kreativitas. Sebuah artikel di Suara Merdeka Online bisa memperkaya langkah-langkah menjadikan diri kreatif termasuk dalam peliputan media massa.

Saya kutipkan sebagian besar dari tulisan mengenai bagaimana menciptakan kreatifitas itu:


Capturing.

Jangan biarkan ide lewat begitu saja di depan Anda. Mengandalkan memori saja untuk mencatat nukilan-nukilan ide yang mampir di kepala Anda, rasanya tak mungkin. Catatlah ide-ide yang muncul mendadak itu di dalam ponsel, notes, atau pada media apapun yang bisa ditulis. Siapkan juga alat pencatat atau perekam di samping Anda, karena seringkali ide-ide brilian muncul sesaat sebelum atau sesudah Anda terlelap. Agar terbantu mendapatkan ide-ide segar, usahakan untuk meluangkan waktu khusus di pagi hari untuk mencari ide. Namun dimanapun dan kapanpun, ide pasti berada di sekitar Anda.



Surrounding
.

Lingkungan di sekitar Anda adalah lahan tempat berkumpulnya ide-ide kreatif. Anda hanya perlu berinteraksi dengan lingkungan, mendalami pikiran dan menajamkan isnting Anda. Banyaklah bergaul dengan orang-orang dari latar belakang, kepribadian serta minat yang jauh berbeda dengan Anda. Jika perlu, ubah tata letak perabot di rumah Anda, ciptakan suasana yang segar dan tidak monoton, ini akan membantu pikiran Anda tetap dinamis sehingga ide bisa muncul kapan saja Anda mau.



Challenging.

Bersikap lebih keras pada diri sendiri terkadang harus Anda lakukan untuk melecutkan ide dan kreativitas yang menyumpal otak. Cobalah untuk menyelesaikan permasalahan sulit, maka Anda akan tertantang untuk mengeluarkan ide-ide brilian yang selama ini tidak terpikirkan oleh Anda.

Ini mungkin gila, tapi patut dicoba. Cobalah berjalan di kota yang belum pernah Anda kunjungi sebelumnya, biarkan Anda tersesat. Rasa penasaran untuk menemukan jalan pulang inilah yang memunculkan jawaban. Bagian tersulit yang Anda hadapi saat memecahkan suatu permasalahan inilah yang akan merangsang syaraf otak untuk terus menerus bekerja melecutkan ide.


Broadening.

Seseorang yang kreatif pastinya memiliki wawasan yang luas. Karena itu jangan pernah bosan untuk terus mempelajari hal-hal baru yang mungkin sama sekali tidak bersentuhan dengan dunia Anda. Membaca banyak buku, majalah atau menonton film dokumenter dan berselancar untuk menjelajahi situs-situs pengetahuan populer juga bisa Anda lakukan. Sempatkan juga untuk mencari ilmu di perpusatakaan, galeri seni, pertunjukan teater, museum, seminar, pameran buku, acara bedah buku atau acara publik lainnya.


Journalist’s Adventure
http://www.journalist-adventure.com/?p=387

Senin, 02 Agustus 2010

Berwawancara dengan Narasumber

Wawancara atau interview adalah suatu cara mengumpulkan data dengan mengajukan pertanyaan langsung kepada seorang informan atau narasumber. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan biasanya disiapkan terlebih dahulu yang diarahkan pada perolehan informasi yang diinginkan. Pada pelaksanaannya, pewawancara dapat mengembangkan pertanyaan-pertanyaan yang telah disusun sebelumnya. Jika ada informasi yang menarik dan perlu diketahui lebih lanjut, pewawancara dapat mengajukan pertanyaan baru di luar konsep pertanyaan yang telah disediakan.
Kelebihan dan Kelemahan Kegiatan Wawancara

* Kelebihan Wawancara:

1. Hasil wawancara secara kualitas dapat dipertanggungj awabkan
2. Mempunyai nilai Yang tinggi
3. Semua kesalahpahaman dapat dihindari
4. Pertanyaan yang telah disiapkan dapat dijawab oleh narasumber dengan penjelasanpenjelasan tambahan
5. Setiap pertanyaan dapat dikembangkan lebih lanjut
6. Informasi yang diperoleh langsung dari sumber pertama

* Kelemahan Wawancara:

1. Data atau informasi yang dikumpulkan sangat terbatas
2. Memakan waktu dan biaya yang besar jika, dilakukan dalam suatu wilayah yang luas

Tahapan dalam Wawancara

Beberapa tahap dalam wawancara, yakni sebagai berikut.

* Tahap Pendahuluan atau Pembukaan

Tahap ini merupakan tahap awal untuk memberi kesan yang menyenangkan dan untuk menciptakan suasana yang nyaman sehingga kegiatan wawancara berjalan dengan baik.

* Tahap Kegiatan Tanya Jawab

Tahap ini merupakan tahap selanjutnya setelah suasana untuk wawancara telah memungkinkan.

* Tahap Penutup

Tahap ini merupakan tahap penyimpulan terhadap masalah yang menjadi pokok perbincangan.

Kita dapat mendengarkan dan memahami informasi yang diberikan oleh narasumber pada tahap tanya jawab. Berdasarkan tanya jawab tersebut, kita pun dapat menyimpulkan hasilnya. Adapun bentuk pertanyaan yang dapat disampaikan, di antaranya:

* Pertanyaan terbuka, yakni pertanyaan yang menghendaki jawaban yang luas dan bebas.

Contoh:
Menurut pendapat Bapak, bagaimana kegiatan kesenian yang diadakan ini!

* Pertanyaan langsung, yakni pertanyaan yang menghendaki jawaban singkat, dan kadang-kadang dapat dijawab dengan "ya" atau "tidak".

Contoh:
Apakah Bapak pernah mengikuti festival kesenian seperti ini?.

* Pertanyaan tertutup, yakni pertanyaan yang membatasi ruang gerak narasumber, bahkan kemungkinan jawabannya telah tersedia.

Contoh:
Setelah Bapak sukses menjadi seniman besar, apakah Bapak bersedia membina generasi muda di sini atau terus saja berkarya tanpa ada keinginan untuk membina?

* Pertanyaan terpimpin, yakni pertanyaan yang sangat membantu dalam mengetahui sampai sejauh mana narasumber setuju dengan pendapat pewawancara.

Contoh:
Saya melihat di daerah ini banyak sekali potensi kesenian. Apa langkah-langkah yang akan Bapak lakukan untuk mengembangkan potensi tersebut?


Pernahkah kamu dan teman-temanmu berwawancara dengan narasumber? Jika pernah, tentu kamu mengetahui apa yang dimaksud dengan wawancara. Wawancara adalah tanya jawab antara pewawancara dan seorang pakar atau ahli untuk mendapatkan informasi tentang suatu hal. Ahli atau pakar yang diwawancarai disebut narasumber. Narasumber dapat ditentukan sesuai dengan bidang yang ingin dikaji secara mendalam.
Bidang tersebut, antara lain kedokteran dengan narasumber seorang dokter, bidang pendidikan dengan narasumber seorang guru, serta bidang kesenian dengan narasumber seniman. Dalam melakukan wawancara dengan narasumber, kamu harus
memperhatikan etika berwawancara. Sebelum menemui narasumber, buatlah daftar pertanyaan terlebih dahulu. Kemudian, buatlah janji dengan narasumber untuk melakukan wawancara. Ketika wawancara akan dimulai, awalilah dengan perkenalan, baru kemudian mengajukan pertanyaan.
Gunakan bahasa yang baik, benar, dan santun. Ucapkan terima kasih setelah wawancara selesai.

Perhatikan contoh wawancara berikut ini!

Herlina :
Selamat pagi Dokter Yoga, perkenalkan nama saya Herlina. Saya dari SMP Taman Laut.

Dokter Yoga :
Selamat pagi! Saya senang sekali berjumpa dengan Adik.

Herlina :
Dok, maksud kedatangan saya ini adalah untuk mewawancarai
Dokter mengenai sejumlah tanaman obat di Indonesia, khususnya
temu lawak. Beberapa waktu yang lalu, saya membaca profil
Anda di jurnal yang menyebutkan bahwa Anda adalah peneliti
Temu lawak di Korea. Dokter Yoga tidak keberatan ‘kan?

Dokter Yoga :
Oh... tentu saja tidak. Saya justru senang karena temu lawak yang
berkasiat itu menjadi dikenal dan diperhatikan manfaatnya oleh orang
banyak. Silakan saja apa yang ingin Adik ketahui tentang temu lawak?

Herlinda :
Mengapa Anda tertarik meneliti temu lawak, Dok?

Dokter Yoga :
Jika Anda berbicara tentang ginseng pasti yang terlintas negara
Korea, padahal, negara penghasil ginseng terbesar di dunia adalah Kanada
dan Cina. Orang Korea sendiri juga mengimpor bahan dasar gingseng
dari Kanada dan Cina. Sebaliknya, tanaman temu lawak hanya terdapat
di Indonesia. Saya berharap temu lawak bisa menjadi ikon tanaman
obat dari Indonesia, sama seperti gingseng yang sudah menjadi ikon Korea.

Herlina :
Apakah temu lawak termasuk tumbuhan yang sulit tumbuh?
Dokter Yoga : Oh, tidak. Temu lawak mudah tumbuh di berbagai daerah di Indonesia,
temu lawak dapat ditemukan di Jawa, Bali, NTB, dan Maluku Selatan.
Temu lawak yang nama latinnya Curcuma zanthorrhiza merupakan
tanaman yang hampir tidak memiliki musuh (hama). Tanaman itu
menghasilkan antijamur, ia tidak akan terkena jamur karena temu
lawak sendiri menghasilkan jamur.

Herlina :
Apa saja manfaat temu lawak, Dok?

Dokter Yoga :
Manfaat temu lawak, antara lain sebagai antiketombe, untuk pasta
gigi, dan dimungkinkan dapat digunakan untuk mengatasi penyakit
kanker.

http://www.crayonpedia.org/mw/Cara_Berwawancara_dan_Implementasinya_8.1

Menulis Hasil Wawancara

Sebenarnya nggak terlalu beda jauh, antara menulis berita, feature, dengan hasil wawancara. Cuma, kayaknya yang membuat beda itu adalah bagaimana merangkum semua hasil ‘obrolan’ kita dengan narasumber yang kita wawancarai. Untuk bisa menuliskan hasil wawancara dengan oke dan enak dibaca, ada beberapa tahapan yang kudu diperhatikan sebelum melakukan wawancara. Sebab, melakukan wawancara adalah satu bagian dalam proses penggalian bahan tulisan. Kita harus bisa mengeksplorasi seluruh kemampuan kita untuk menggali ide-ide yang tertanam dalam benak narasumber kita. Apalagi, jika narasumber yang kita wawancara termasuk tokoh penting dan udah ngetop di kalangan banyak orang.

Nah, ada beberapa persiapan awal sebelum wawancara yang bisa kamu lakukan. Pertama, menentukan topik. Jelas dong, jangan sampe kamu datang ke narasumber dengan ‘kepala kosong’. Ini bakalan menjadi blunder buat kamu yang nekat datang tanpa menentukan topik wawancara. Bukan hanya narasumber yang bakalan bingung, tapi kamu juga akhirya cuma bengong. Sama halnya dengan kalo kamu naik panggung untuk ngisi presentasi, tapi dengan ‘kepala kosong’. Hasilnya, mudah ditebak, kamu bingung! Tul nggak? Kata William Shakespeare, “Barangsiapa yang naik panggung tanpa persiapan, maka ia akan turun dengan kehinaan,” Walah?

Sobat muda muslim, langkah kedua dalam persiapan melakukan wawancara adalah menyiapkan ‘pertanyaan jitu’, ada sebagian wartawan menyebutnya ‘pertanyaan peluru’ (loaded question). Ini akan menentukan tingkat kemampuan si pewawancara. Bahkan sangat boleh jadi akan menghasilkan isi wawancara yang berbobot. Apalagi tokoh yang kita wawancarai memang terkenal dan berpengaruh. Tapi harap diingat dong, bahwa jangan sampe kita terpaku kepada rumusan pertanyaan yang udah kita buat. Itu bisa menjebak kita nantinya dalam kekakuan. Tapi, pastikan bahwa kamu dapat mengembangkan pertanyaan lain saat wawancara terjadi. Jadi bisa bersumber dari pertanyaan narasumber.

Nah, sekarang kita belajar menuliskan hasil wawancara. Untuk mendapatkan tulisan berupa wawancara yang baik, tentunya kita kudu mendapatkan sedetil-detilnya segala macam yang ‘melekat’ pada narasumber. Setelah melakukan wawancara, biasanya ada kesempatan untuk rileks. Nah, di situlah kamu bisa tanya ‘ini-itu’ dari narasumber; misalnya warna favoritnya, olahraga kesukaannya, makanan kesukaannya, tokoh idolanya, pendidikannya, keluarganya, aktivitasnya, pengalaman-pengalaman unik yang dialaminya, dsb. Dengan catatan, jika wawancara ini bersifat ‘eksklusif’, yakni cuma kamu, atau media tempat kamu kerja aja yang melakukan wawancara dengan narasumber tersebut. Kalo wawancara sambil lalu, maka untuk mendapatkan detil dari yang ‘melekat’ pada dirinya, kamu bisa baca via sumber lain yang menceritakan narasumber tersebut. Jadi tenang aja, apalagi jika media massa tempat kamu kerja punya dokumentasi lengkap, maka akan mudah untuk berkreasi dalam menulis hasil wawancaramu.

Sobat muda muslim, kita juga bisa ‘memodifikasi’ tulisan wawancara. Tujuannya supaya pembaca enak untuk menyimaknya. Misalnya begini. Dalam kenyataan saat wawancara, kita mengajukan pertanyaan yang adakalanya panjang banget kan? Biasanya itu dilakukan untuk memperjelas maksud. Nah, dalam tulisan hasil wawancara, tidak perlu ditulis semua pertanyaan kita sesuai rekaman di kaset. Kamu bisa memotongnya dengan tanpa mengurangi maksud dari pertanyaan. Contoh: “Bapak bisa jelaskan masalah yang menimpa anak muda sekarang, misalnya dalam masalah pergaulan?” Ini yang kita ucapkan kepada narasumber. Tapi, dalam tulisan hasil wawancara, kita persingkat saja jadi begini, “Bisa dijelaskan pergaulan remaja sekarang?” Lebih hemat kan?

Bisa juga ‘modifikasi’ itu kita lakukan dalam ‘membagi’ jawaban narasumber ke dalam beberapa bagian ‘pertanyaan buatan’ kita. Ini terjadi jika jawaban narasumber kelewat panjang. Nah, supaya pembaca nggak jenuh dengan panjangnya jawaban, maka kita buatkan ‘pertanyaan pembantu’ untuk membagi jawaban tersebut. Tentu dengan tidak menghilangkan maksud dari jawaban narasumber dong. Sekali lagi, ini sekadar mengatasi kejenuhan pembaca.

Terus, yang bisa kita lakukan dalam menulis hasil wawancara adalah mengkreasikan data-data. Supaya tambah ciamik, maka dalam tulisan itu, kita selipkan profil narasumber. Misalnya, “Bapak sembilan anak yang rajin membaca buku ini, terlihat masih segar di usia tuanya. Setiap hari, ia berkeliling komplek perumahan untuk sekadar berolaharga jalan kaki kesukaannya. Suami dari ….. (sebutkan nama istrinya) kelahiran Jakarta 50 tahun silam itu kini aktif sebagai pengurus Partai …. (sebutkan nama partai tempat ia bergabung dan jabatannya)”

Kamu bisa buat tulisan tambahan seperti itu sekitar 3 buah. Boleh juga dipadu dengan biodata singkatnya yang ditulis dalam sebuah kertas (minta saja bagian tataletak untuk men-scan kertas tersebut untuk diselipkan dalam lay-out rubrik wawancara tersebut). Pokoknya, buatlah semenarik mungkin hasil kreasimu. Tiap wartawan biasanya punya kreasi tersendiri. Selama itu memang menarik, kenapa tidak? Tul nggak?

Tulisan hasil wawancara akan lebih menarik jika kamu pandai mengolah kata, gabungkan dengan tip yang sudah saya sampaikan di awal; membuat judul, hemat kata, dan tentunya kaya dengan kosakata. Ditanggung antimanyun deh.

Oke, sekarang mulailah menyiapkan segalanya untuk wawancara. Sudah siap? Yup, sebelum lupa, yang penting lagi sebelum melakukan wawancara adalah mental. Selain kudu percaya diri, kamu juga ‘wajib’ punya mental juara. Sebab, adakalanya narasumber itu ‘ngerjain’ kita. Saya dan seorang teman pernah melakukan wawancara dengan Pak Amien Rais (waktu itu masih Ketua PP Muhammadiyah). Wuih, sampe empat kali bolak-balik Bogor-Jakarta. Jadi, nggak mesti sekali jadi. Maklumlah tokoh penting. Akhirnya dapet juga, meski dengan susah payah. Kejar terus sampe dapet! Ayo…kamu pasti bisa![Sumber: Buku "Menjadi Penulis Hebat"]

Cara Wawancara yang Baik

Wawancara saat ini merupakan salah satu hal penting dalam kehidupan kita. Kadang hal ini diperlukan dalam suatu hal penting untuk memperoleh informasi yang kita butuhkan.

Maka dari itu, bagaimana cara melakukan kegiatan wawancara dengan baik dan benar? serta aspek apa saja yang perlu di perhatikan saat kita hendak melakukan proses wanwancara? Dan Bagaimana cara membuat laporan hasil wawancara itu? Berikut jawabannya :


Kegiatan wawancara sebenarnya menjadi efektif dan efisien apabila Anda mengetahui teknik dan rencana wawancara dengan benar. Teknik wawancara bermacam-macam. Jika Anda melakukan wawancara terhadap seseorang, Anda dapat memakai teknik individual atau perorangan. Kegiatan wawancara ini bisa sedikit berbeda tergantung pada orang, tempat, waktu, dan hal yang dibicarakan.

Sebelum melakukan wawancara perhatikan hal berikut.

1. Menghubungi orang yang akan diwawancara, baik langsung maupun tidak langsung dan pastikan kesediaannya untuk diwawancarai.
2. Persiapkan daftar pertanyaan yang sesuai dengan pokok-pokok masalah yang akan ditanyakan dalam wawancara. Persiapkan daftar pertanyaan secara baik dengan memperhatikan 6 unsur berita, yaitu 5W + 1H. Pada saat kegiatan wawancara berlangsung usahakan tidak terlalu bergantung pada pertanyaan yang telah disusun.
3. Berikan kesan yang baik, misalnya datang tepat waktu sesuai perjanjian.
4. Perhatikan cara berpakaian, gaya bicara, dan sikap agar menimbulkan kesan yang simpatik.
Pada saat wawancara Anda perlu memperhatikan pegangan umum pelaksanaan wawancara berikut ini.

1. Jelaskan dulu identitas Anda sebelum wawancara dimulai dan kemukakan tujuan wawancara.
2. Mulai wawancara dengan pertanyaan yang ringan dan bersifat umum. Lakukanlah pendekatan tidak langsung pada persoalan, misalnya lebih baik tanyakan dulu soal kesenangan atau hobi tokoh. Jika dia sudah asyik berbicara, baru hubungkan dengan persoalan yang menjadi topik Anda.
3. Sebutkan nama narasumber secara lengkap dan bawalah buku catatan, alat tulis, atau tape recorder saat melakukan wawancara.
4. Dengarkan pendapat dan informasi secara saksama, usahakan tidak menyela agar keterangan tidak terputus. Jangan meminta pengulangan jawaban dari narasumber.
5. Hindari pertanyaan yang berbelit-belit.
6. Harus tetap menjaga suasana agar tetap informatif. Hormati petunjuk narasumber seperti “off the record”, “no comment”, dan lain-lain. Hindari pertanyaan yang menyinggung dan menyudutkan narasumber.
7. Harus pandai mengambil kesimpulan, artinya tidak semua jawaban dicatat.
8. Beri kesan yang baik setelah wawancara. Jangan lupa mohon diri dan ucapkan terima kasih dan mohon maaf!
9. Selain itu, kita harus mengetahui betul apa tujuan wawancara.

Penyajian Atau Pembuatan Laporan Hasil Wawancara

Hal-hal yang harus diperhatikan agar tulisan hasil wawancara menarik bagi para pembaca adalah:
1. Kata-kata yang diucapkan narasumber hendaknya ditulis apa adanya. Hal ini akan membuat cerita tersebut hidup. Seolaholah narasumber langsung bercerita pada setiap pembaca. Keterangan mengenai keadaan sekitar narasumber membantu pembaca untuk melihat narasumber ketika diwawancarai.
2. Kejadian-kejadian, keterangan-keterangan, dan pendapatpendapat yang diberikan narasumber mempunyai bobot terhadap tulisan, namun usahakanlah agar lebih jeli dalam penyampaiannya.
3. Wawancara menjadi efektif jika tujuan pewawancara jelas, yaitu untuk memberi informasi, hiburan, bimbingan praktis, atau laporan.
4. Penyajian hasil wawancara sebenarnya tergantung pada pewancara, bisa berupa narasi, dialog, esai, deskripsi, dan sebagainya.

Nah, begitu sekilas cara melakukan wawancara dan cara membuat laporan hasil wawancara. Selamat Mencoba!

Sumber: http://islam-download.net/cara-mudah-cepat/cara-wawancara-yang-baik.html#ixzz0vWMWynIm

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Blogger Templates